Sistem pembelajaran daring masih jauh dari konsep merdeka belajar
Sistem pembelajaran daring masih jauh dari
konsep merdeka belajar
Sudah hampir menginjak tiga bulan terakhir ini negeri
kita bergulat melawan virus corona dan sampai saat ini masih terus bertambah
jumlah pasien yang positif virus corona.
Kehawatiran masyarakat pun terus melanda dengan adanya penyebaran berita virus
corona yang terus menggemparkan jagat media sosial di indonesia.
Hingga
Senin, 4 Mei 2020, juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 Acham
Yurianto dalam konfrensi pers pukul 12.00 WIB. jumlah pasien yang dinyatakan
positif dari virus Corona bertambah 395 orang. Dengan demikian jumlah total
Virus Corona menjadi 11.587 orang. Sementara itu, jumlah pasien pulih pada hari
ini bertambah 78 orang. Mencapai total 1,954 orang. Sementara untuk jumlah yang
bertambah 19 orang, jadi total menjadi 864 orang. https://m.merdeka.com/peristiwa/update-covid-19-nasional-4-mei-2020-11587-orang-positif-1954-sembuh-dan-wafat-864.html
Memang begitu capat penyebaranya apalagi di era
golobalisasi seperti ini, dengan adanya berbagai macam alat transportasi serta
bisa dikatakan puncaknya teknologi yang mendominasi. Virus corona yang begitu
ganas dan cepat penyebaranya seiring dengan laju perpindahan mobilisasi manusia
dari satu tempat ke tempat yang lain.
Virus corona ini juga memberikan dampak serius pada
sektor pendidikan di indonesia hingga beberapa kebijakan pun muncul, merujuk
pada Surat Edaran Mendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan COVID-19 pada
Satuan Pendidikan, dan Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 tentang pembelajaran secara
daring.
Kebijakan yang diambil bukan meliburkan, melainkan mengganti
metode pembelajarannya dari yang sebelumnya proses pembelajaran itu dilakukan
dengan cara tatap muka, sekarang dilakukan dengan menggunakan sistem daring
melalui beragam tools. Hal itu dilakukan agar dapat memutus mata rantai
penyebaran virus corona tersebut.
Hari ini kita hidup di tengah zaman yang sangat cepat
berubah atau lebih dikenal dengan sebutan era disrupsi. Kita dihadapkan pada
kejutan-kejutan yang sebelumnya tidak pernah kita prediksi atau sedikitpun
pernah kita pikirkan. kita semua sedang dipaksa untuk bertransformasi ke dunia
pendidikan digital.
Efektifkah
sistem pembelajaran daring?
Secara proses, sebenarnya model pembelajaran modern
ini sudah diatur dalam Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 tentang Standar Proses
dengan prinsip. diantaranya sebagai berikut. Dari peserta didik diberi tahu
menuju peserta didik mencari tahu. Dari guru sebagai satusatunya sumber belajar
menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar dan lain-lain.
Beberapa minggu lalu pemerintah melalui kemendikbud juga
menyelenggarakan program belajar dari rumah yang ditayangkan melalui stasiun
TVRI Nasional. Program edukatif, ini merupakan upaya kemendikbud membantu
terselenggaranya pendidikan bagi semua kalangan masyarakat di masa darurat
pandemi virus corona.
Kita juga perlu apresiasi untuk langkah pemerintah
lewat kementerian BUMN yang menyediakan fasilitas belajar jarak jauh yang
bekerja sama dengan Telkomsel memberikan akses data kuota bagi pelajar dan
mahasisiwa untuk mengakases aplikasi-aplikasi pembelajaran.
Namun, harus kita akui parameter keberhasilan
pendidikan kita terlebih kaitannya dengan pembelajaran daring belumlah jelas.
Indikator-indikator pencapaiannya masih bersifat prediktif. Hanya sekadar kira-kira.
Berbagai problem juga terjadi di setiap daerah yang berbeda-beda, dari segi
pengajar ataupun pembelajar.
Salah satunya saya sendri, saya akan bercerita
mengenai pengalaman saya menjalani belajar daring. Beberapa hari lalu kelas
saya memulai perkuliahan online mengunakan aplikasi zoom, ketika dimulai dengan mengandalkan akses internet kuota saya,
sayapun mencoba masuk aplikasi tersebut. Namun, siapa sangka jaringan yang ada
di daerahku yaitu kotamobagu tiba-tiba mengalami gangguan dan sayapun tidak
bisa mengikuti proses pembelajaran tersebut.
Tentu saja, saya adalah contoh kecil dari sekian banyaknya
pelajar di indonesia yang mengalami
kesulitan untuk belajar. Akan tetepi, bagamana dengan pelajar di pelosok-pelosok
negri? jangankan jaringan dan internet
yang lemot, handphone saja mereka tak punya.
Kemudian, hasil survei
juga menyatakan proses pembelajaran jarak jauh masih belum memperhatikan
keragaman dan kondisi peserta didik, sebanyak 58% guru masih memberikan tugas
mealalui aplikasi daring. Masih banyak sisiwa yang memliki keterbatasan sarana.
Seperti akses laptop, akses gawai atau internet.
Artinya, metode pembelajaran malah makin meminggirkan
hak-hak anak yang tidak mampu secara sarana. Metode tersebut masih terjebak
dengan pola “penyeragaman” tanpa
melihat ekonomi siswa dan orang tua.
Proses pembelajaran daring memang tidak seefektif
sistem tatap muka, terlebih pada saat pandemi seperti ini. Oleh karena itu
untuk masalah ini dukungan pemerintah sangat dibutuhkan , pemerintah harus
mempersiapkan infrastruktur dan perencanaan yang baik agar semua guru dan siswa
dapat melakukan kegiatan belajar dan mengajar.
Evaluasi
sistem pembelajaran daring
Baru beberapa hari yang lalu kita merayakan hari
pendidikan tepatnya Pada tanggal 2 Mei, setiap tahunnya dijadikan hari
peringatan bersejarah bagi Indonesia yakni Hari Pendidikan Nasional atau yang
disingkat dengan HARDIKNAS.
Merayakan hari pendidikan tanpa ruang kelas dan juga
tatap muka. Dengan adanya problem di atas maka sepatutnya kita mengevaluasi hal
tersebut. Evaluasi sama pentingnya dengan evaluasi belajar itu sendiri. Sebab,
jika evaluasi belajar dilangsungkan secara linear tanpa evaluasi maka evaluasi
atas belajar hanya akan menjadi semacam tradisi yang berlangsung, tak perduli
apa yang terjadi selanjutnya.
Apalagi di tengah kondisi darurat seperti saat ini.
Banyak hal yang perlu disiapkan dengan baik agar proses pembelajaran bisa
berjalan dengan optimal. Misalnya, infrastruktur seperti jaringan internet yang
memadai dan juga dalam sistem pembelajaran daring ini tidak cukup dengan hanya
menyiapkan infrastruktur berupa jaringan dan platform aplikasi –seperti zoom,
skype dan lain-lain.
Ada juga tuntutan yang justru lebih sulit dari itu,
yaitu kesiapan sumber daya manusia (SDM) dan para pelajar. Kesiapan SDM dan
pelajar ini mutlak diperlukan. Sebab tidak ada gunanya infrastruktur dan
fasilitas baik jika para pengguna seperti SDM guru dan pelajar tidak siap
menjalankannya.
Maka dari itu kemendikbud kembali merefleksikan makna merdeka
belajar. Agar supaya semua anak di indonesia, merdeka dalam berfikir dan
bernalar yang harus menjadi budaya dalam pendidikan di indonesia. Agar sesuai
dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang setiap 2 mei hari kelahiranya kita
peringati sebagai hari pendidikan nasioanal.
Proses pembelajaran pendidikan di tengah situasi ini
sepatutnya menjadi pembelajaran bagi pemerintah untuk membuat kebijakan dan
mempersiapkan sarana prasarana yang merata untuk seluruh guru dan siswa di
Indonesia.
Ditulis oleh :
Rivaldi Mamonto
Post a Comment