Menulis Merupakan Investasi Keabadian
“Orang boleh pandai setinggi tinggi langit
tapi selama ia tidak menulis,
ia akan hilang dari masyarakat dan dari sejarah.
Menulis adalah bekerja untuk keabadian”.
(Pramoedya
Ananta Toer)
Sekali
waktu cobalah merefleksikan dengan apa yang lewat dalam pikiran, tentu setiap orang pernah mengalami
beberapa imajinasi yang begitu indah entah itu soal percintaan, kekelaman dalam
pengalaman hidup, atau beberapa peristiwa yang sifatnya memberi kesan bagi cerita
hidup, baik
atau pun buruk. Hal ini akan menarik lagi jika kita abadikan dalam sebuah tulisan.
Memang
pada ralitasnya orang banyak menulis pengalaman pribadinya lewat sebuah postingan yang ada
di setiap media sosial. Secara gamblang itu merupakan aktivitas menulis yang saya sebut sebagai pop-human writing habits. Dimana kita menulis hanya sekadar mencurahkan perasaan
atau pengalaman atau cerita yang kita alami—beda halnya dengan orang yang mencurahkan
perasaannya lewat puisi.
Ada suatu pertanyaan yang secara
terus menerus muncul dalam benak saya, saya yakin juga pada kalian, yang
sebenarnya sifatnya sama yaitu “why do you have to write ?”. Terlebih dahulu,
sebelum menjawab pertanyaan tersebut kita harus mengetahui mengenai konsepsi
dasar dari literasi.
Dalam
dunia literasi
ada tiga hal yang menjadi elemen sehingga disebut “literasi”. Itu sendiri kita ketahui
bersama seperti: membaca, diskusi, menulis, dan lainnya. Semasa
belajar dulu saya pernah disodorkan dengan pertanyaan “why should you read?” oleh
senior saya di kampus yang sekarang sedang melanjutkan studi di salah satu kampus di Yogyakarta—semoga beliau dimudahkan
dalam segala urusan. Itulah kenapa pertanyaan terkait “why do you have to write?” lewat
di benak kepala saya untuk menuliskan beberapa alasan kita untuk
menulis apalagi ketika sudah memiliki gelar akademis baik yang sedang mengenyam
pendidikan atau yang sudah lulus sekalipun dan kemudian sering disebut sebagai
kaum intektual.
Ini
tercermin pada tokoh proklamator
kita Bung Hatta. Selama
77 tahun hidupnya, Mohammad Hatta telah membaca dan mengoleksi sekitar 80 ribu buku. Sepertinya sudah
menjadi hal yang wajar jika Bung
Hatta disebut sebagai seorang
pecinta buku, itu karena Hatta mulai menyukai buku sejak
berusia 17 tahun. Baginya candu itu bernama buku. Selain
gemar membaca buku, ia juga gemar menulis. Bahkan bulan November 2018 lalu,
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan hasil karya Hatta. Lebih dari
800 karya yang ditulis dalam bahasa Indonesia itu dibukukan dalam 10 buku Seri.
Dan ini merupakan bentuk investasi keabadian
seorang Bung Hatta. Selain
dia dikenal karena menjadi Wakil
Presiden kita juga bisa mengetahui pemikirannya lewat karya tulis yang dia buat, ini berkaitan dengan
pertanyaan yang saya kemukakan di atas “why
do you have write?”.
Tapi saya sebagai orang yang belajar ingin membagikan beberapa kiat-kiat alasan
terkait pertanyaan itu. Alasan paling mendasar bagi saya adalah ‘investasi keabadian’.
Selain menambah pengetahuan, kita juga telah
menambahkan khazanah literasi bangsa ini yang harus diperkarya lewat anak muda yang lahir di kerak
tanah Nusantara.
1.
Memperkaya
pengetahuan (Accommodate knowledge)
Pada umumnya banyak di antara kita semua ingin memiliki
kekayaan, secara materil, namun terkadang tidak mementingkan menenai apa bekal dari orang yang berhasil mendapatkan kekayaan tersebut. Coba kita renungkan lagi jika harta
kita ludes karena membelanjakannya dengan seenak udel kita,
terbakar atau dirampok oleh orang lain pastinya itu hanya tinggal sebuah
kenangan bahkan juga menjadi masalah dalam hidup kita.
Jika kita memiliki banyak pengetahuan kita
bisa mencapai apa yang dikatakan sukses melebihi kekayaan harta tadi.
Lebih membahagiakan lagi manfaat dari
pada menulis, pengetahuan kita akan lebih berkualitas
dengan masuknya banyak informasi apapun menjadi human
writing habit
dalam hal ekonomi, sosial-politik, sains, seni dan sastra,
bahkan lebih menyangkut filsafat.
Itu akan membantu kita dalam peningkatan
kualitas pemikiran kita, dan untuk mengkomunikasikan itu salah satunya dengan menulis. Jika kita
juga mengatakan diri kita sebagai intelektual
maka menulis merupakan salah satu elemen yang harus ada sebagai
seorang intelektual.
2.
Mengeluarkan
pengetahuan (informasi) yang kita dapat sewaktu membaca (Mind refresh)
Jika pikiran
kita saat menerima pengetahuan baik yang kita dapat dari membaca atau
berdiskusi, atau kita menyusunnya sedemikian rupa dalam kepala kita tentu
secara alamiah kerja otak kita membutuhkan jeda untuk diproses dan diolah, dan
setiap pengtahuan yang baru masuk akan bertumpuk sehingga kita tidak
mendapatkan kestabilan dalam memproses pengetahuan
kita. Dan satu hal lagi yang perlu kita tahu
bahwa ketika kita tidur juga ingatan di hari kemarin sebelum kita tidur akan sekilas hilang secara perlahan, ini yang terus
menerus saya alami, jadi betapa sebuah tulisan
atau bahkan catatan harian juga membantu bagi orang banyak untuk
merefleksikan kembali apa yang pernah terjadi ketika melihat tulisannya sendiri.
Namun terkadang saat mencoba untuk menuliskan
kembali setiap kejadian atau pengalaman kontemplatif yang saya alami hal itu
akan membantu untuk mengingat secara perlahan-lahan semua peristiwa.
Sehingga menulis bisa menjadi model sirkulasi pengetahuan
atau informasi kita sehingga bisa terolah dengan baik bahkan kekuatan ingatan
kita terasah menjadi tajam.
Dalam proses berpikir memang banyak perdebatan,
tapi yang saya ingin tekankan bahwa dengan mengeluarkan atau
mengkomunikasikan pemikiran, kita akan lebih dimanjakan oleh setiap kata yang kita rangkai sendiri dengan penuh rasa bangga dan
semangat. Have a spirit and quality of life.
Dan dengan cara serta alasan itulah kita harus mengeluarkan pengetahuan kita
sehingga ketika kita menerima pengetahuan baru, pikiran akan menjadi lebih
stabil dan tahap ini bisa menjadi refreshing the mind. Tentu akan sangat-sangat
bermanfaat bagi hidup kita.
Human write habit dan kalian akan disebut pop-human write habits. Tergantung bagaimana kita mengeluarkan atau mengkomunikasikan pengetahuan, pemikiran, bahkan sesuatu yang kita alami.
3. Mengatur dan mengetahui kerangka pikir kita (Framework of thinking)
Dengan menulis kita bisa melihat sejauh
mana kerangka berpikir kita, dan
mengetahui apakah argumen, atau pembahasan yang kita tulis itu terstruktur
dengan baik dan benar atau hanya asal-asalan
saja. Namun dalam kaitannya dengan menulis,
itu tidak harus membuat kita menjadi down ketika kita melihat bahwa tulisan kita belum baik, intinya itu
bermanfaat, dikarenakan kita mengetahui titik-titik kekeliruan kita dalam menulis. Dari
sini yang tidak terbiasa
menjadi terbiasa. Dengan
membiasalkan diri untuk mengasah kemampuan menulis, kita bisa mencapai kesuksesan dalam menjadi penulis yang baik.
Dengan ini pula kita bisa mengatur atau membuat framework
of thinking menjadi lebih tertata dan terstruktur.
Sebuah istilah human write habits dimaksudkan sebagai aktivitas menulis sebuah karya yang kaya akan khazanah pengetahuan dan merupakan ‘investasi keabadian’ baik bagi dirinya atau orang lain, yaitu terdapat dalam tiga kiat yang sudah saya jelaskan di atas.
Pop-human
write habits menjadi suatu kebiasaan yang umum di kalangan masyarakat. Dengan
hanya mengandalkan akun sosial media, kita bisa menulis apapun yang kita
inginkan. Dalam hal ini sebuah tulisan menjadi pop culture. Dan yang perlu diingat itu bukanlah suatu bentuk
larangan untuk menulis. Hal itu akan menjadi lebih baik apabila kita mulai
menuliskan setiap kerasahan dan ide yang kita miliki ke dalam suatu tulisan yang
utuh dan tersistematis.
Post a Comment