Meninjau Beberapa Gagasan Tentang Berpikir Yang Esensial
Meninjau Beberapa Gagasan Tentang
Berpikir yang Esensial
Kemampuan manusia untuk menggunakan akal dalam memahami lingkungannya
merupakan potensi dasar yang memungkinkan manusia berpikir, dengan berpikir
manusia menjadi mampu melakukan perubahan dalam dirinya.
Juga manusia adalah makhluk yang berakal budi. Pernyataan ini tegas, sebab
inilah yang membedakan manusia dengan makhluk yang lainnya. Aristotle-lah
filsuf yang mencetus gagasan manusia sebagai animal rational.
Namun, pernakah kita bertanya apa yang disebut berpikir? Kita menyebut berpikir untuk
tindakan-tindakan seperti mengingat, menghitung, membayangkan, merencanakan,
memahami, dan menyelesaikan masalah, tapi juga tidak terlalu sering untuk
melamun dan menghayal.
Manusia menginginkan terlalu banyak ketika berpikir sehingga tarlalu
sedikit yang benar-benar dilakukannya, manusia berpikir namun dalam artian ia
memiliki kemungkinan untuk melakukannya. Sayang, kemungkianan saja tidak
menjamin bahwa kita akan melakukannya.
Kita mesti membiarkan diri terlibat dalam suatu pembelajaran namun manusia adalah makhluk rasional, berkembang dalam berpikir. Agar menjadi animal rational manusia harus mampu berpikir itu pun jika ia benar-benar
menginginkannya.
Berpikir berarti mimiliki ide-ide atau gambaran-gambaran di benak.
Berpikir adalah apa yang kita lakukan sebelum mengerjakan sesuatu dan ketika
sedang mengerjakannya sebagai contoh jika kita berpikir terlalu banyak kita
tidak akan pernah akan melakukan apa pun—kecemasan juga disebut sebagai kegiatan berpikir.
Berpikir juga dapat diartikan sebagai pekerjaan yang susah payah di mana
kita harus mengupayakan otak atau akal budi kita untuk memahami sesuatu sehingga
membutuhkan waktu yang lumayan lama untuk mencari jawaban tentang kebenaran di
balik suatu fenomena yang terjadi.
Dengan beberpa peryataan di atas tentulah berpikir menjadi sangat penting bagi manusia akan tetapi dengan begitu kita akan mulai mempertanyakan
kembali esensi berpikir, yaitu, apakah berpikir, secara esensial, diperlukan?
Apakah yang sudah memanggil kita untuk berpikir? Dengan mempertayakan beberapa
hal di atas kitapun telah mengaktifkakan konsep tetang berpikir, dan pertayaan
ini tidak mudah untuk dijawab.
Tentu berpikir sangatlah penting apalagi di zaman post-truth seperti sekarang ini dengan adanya informasi bohong atau
hoax sangat meresahkan bagi
masyarakat terutama generasi milenial, tidak tanggung-tanggung karena mudahnya
mengakses berita yang tidak diketahui itu benar atau tidak, generasi milenial
bisa saling tuduh-menuduh.
Kita harus mampu menganalisa dan berpikir kritis agar tidak mudah
terprovokasi. Tapi apa itu berpikir kritis? Berpikir kritis adalah kemampuan untuk mengevaluasi
sesuatu secara sistematis atau kemampuan untuk menganalisa fakta yang ada dan
membuat perbandingan. Dengan membuat perbandingan kita bisa menarik kesimpulan
dan membuat solusi dari suatu masalah yang muncul.
Menurut Richard W. Paul, berpikir kritis adalah sebuah proses
intelektual yang secara aktif dan terampil memahami, mengaplikasikan,
menganalisis, dan mengevaluasi informasi yang di dapat dari hasil observasi,
pengalaman, dan komunikasi yang dilakukan.
Beberapa pemikir dan filsuf memberi perhatian kepada hal tersebut,
salah satunya adalah Martin Heidegger dalam praksisnya tentang mengada.
Heidegger memperhatikan panggilan yang mendesak manusia untuk berpikir tentang
apa yang paling menyentak pikiran.
Kita tahu apa yang dimaksud dengan berpikir, bahkan saat kita sedang
menyelesaikan suatu masalah jika ingin upaya kita berhasil maka kita harus siap
belajar tentang segala sesuatunya. Kegiatan ini menghasilkan terbentuknya ide
atau gagasan atau konsep tentang hal atau obyek tertentu. Ide atau gagasan atau
konsep ini terbentuk di dalam akal budi manusia melalui proses abstraksi.
Bagi Heidegger kita melakukan sesuatu hanya karena kita tergerak untuk
melakukannya. Persisinya, ia menggerakkan kemengadaan kita secara esensial dengan cara
mengundang apa yang kita pertahankan tetap esensial bagi kemengadaan.
Apa yang membuat kita mampu mempertahankan kemengadaan yang esensial ini
secara begitu lama adalah kemengadaan itu sendiri yang mempertahankan esensi diri
kita dan kita mempertahankannya dengan tidak membiarkan lepas dari ingatan, ingatan adalah yang mengumpulkan pikiran.
Untuk apa? Untuk apapun yang dapat mempertahankan kita karena di
dalamnya kita memberikan kepada pikiran sesuatu untuk dipikirkan, yang dipikirkan
adalah kemengadaan, dan diberikan agar kita memikirkanya kembali, diberikan karena
kita memang tergerak untuk memikirkanya.
Manusia belajar ketika ia meletakkan segala sesuatu di hadapan pikirannya
dan berusaha menjawab apa pun yang dianggapya esensial. Kita belajar berpikir dengan memberikan
perhatian serius kepada apa yang ada di pikiran dan itu adalah hadiah menurut Heidegger.
Contohnya yang esensial pada seorang teman adalah apa yang disebut
pertemanan. Dengan cara yang sama, kita menyebut yang ada secara mendasar untuk
dipikirkan sebagai penyentak pikiran. Segala sesuatu yang menyentak pikiran
diberikan agar kita berpikir.
Terkait dengan pertayaan di atas tadi, apakah yang sudah memanggil kita
berpikir? Menurut Heidegger adalah yang membawa kita pada permasalahan dalam proses kehadiran mengada. Ia mengatakan hanya kehadiran yang dapat dipikirkan yang
membuat kita berpikir termasuk untuk mengigat dan mengenang.
Penyentak pikiran terkuat ternyata membuat kita tak kunjung berpikir—sama
sekali kendati situasi dunia jelas menyentak pikiran kita terus menerus. Memang
benar, arah peristiwa seperti ini lebih menuntut perhatian sehinga kita sebagai manusia
harus bertindak tanpa ditunda.
Namun, bagaimana kita memahami istilah penyentak pikiran. Bahwa penyentak
pikiran adalah apapun yang memberikan kepada kita rangsangan untuk
berpikir atrtinya apa yang memberi makanan bagi pikiran kita.
Menyatakan apa yang ingin dipikirkan dalam pengertian yang paling
mencolok tidak hanya memberi kita sesuatu untuk dipikirkan, tidak sekadar pula memberi dirinya sendiri untuk dipikirkan. Kita mempercayakan berpikir kepada
kita sebagai takdir esensial, kemudian merangkul dan menempatkan kita untuk berpikir.
Sejak awal kita tahu bahwa belajar berpikir akan membingungkan. Secara
natural, manusia hidup ingin memahami realitas dan hidup berdasarkan realitas
itu sendiri semakin ia memahami realitas semakin pula ia merasa dirinya
bahagia. Ketika rasa keingintahuan manusia dinyalakan, manusia akan bertanya
sedemikian rupa sehingga ia paham tentang berbagai persoalan.
Tidak sekadar memberi kita sesuatu untuk dipikirkan dan tidak juga sekadar
memberi dirinya sendiri untuk dipikirkan. Kita mempercayakan berpikir kepada
kita sebagai takdir esensial, kemudian merangkul dan menempatkan kita untuk
berpikir.
Bahkan, sekadar berpikir bukanlah berpikir. Dengan begitu, tidak
berlebihan bila Heidegger bertamsil
bahwa hal yang paling menyentak pikiran adalah kita tak kunjung berpikir, dan
berpikir mesti serius untuk dipelajari.
Sumber:
Martin Heidegger. Cetakan pertama, 2019 “Filsafat Sudah Tamat” .
Penerbit Circa, Yogyakarta.
Ditulis oleh:
Rivaldy Mamonto
Post a Comment