Meninjau Kembali Liberalisme
“Isme” yang mungkin bagi saya, dan kebanyakan orang lainnya, paling terkenal di Indonesia saat ini adalah liberalism. Kenapa? Karena ideologi ini diandaikan bisa menghancurkan tata nilai norma, adat, dan tradisi yang ada di Indonesia saat ini.
Suatu
badan keagamaan
Islam semi resmi di Indonesia yang
mengeluarkan fatwa (no.7/kongres nasional VII/MUI/11/2005 tentang pluralisme,
liberalisme, dan sekularisme agama), yang
telah menetapkan liberalisme sebagai ideologi yang haram, dan dari fatwa ini
banyak orang Indonesia memandang konotasi negatif ideologi tersebut.
Menurut
saya ini adalah hasil buruk dari sebuah
bentuk taklid buta,
karena itu juga tulisan ini mencoba mengangkat Kembali pemahaman liberalisme
yang telah dianggap negatif oleh banyak orang di Indonesia. Tulisan ini
berangkat dari diskusi kecil-kecilan, dan buku bacaan yang penulis peroleh dari
berbagai sumber.
Tinjauan awal
dimulai dari etimologi liberal:
liberti; libertarian;
dan libertin yang semuanya berasal
dari bahasa latin liber,
yang berarti “free” (bebas). Secara terminologi
liberal dipahami sebagai sebuah ideologi filsafat, dan tradisi politik yang
didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai yang
utama. Cita-cita utama liberalisme adalah kondisi suatu masyarakat yang bebas,
dicirikan oleh kebebasan berpikir dan berekspresi bagi setiap individu.
Ada tiga nilai
utama untuk memahami liberalism.
Pertama freedom of
speech, liberalisme sangat menjunjung tinggi kebebasan berpikir dan berpendapat
dalam masyarakat, tidak ada batasan
dalam berpikir
dan berpendapat. Semakin
sebuah negara menjamin masyarakatnya berpikir
dan berpendapat dengan bebas
maka negara tersebut tergolong memiliki nilai-nilai liberal.
Kedua
semboyan khas liberalisme yaitu:
life, liberty, and property. Hidup ini setara (life),
bebas yang betanggung jawab (liberty), dan menghargai
kepemilikan pribadi (property).
Kunci
yang ketiga adalah Agains Absolute Power, selalu anti terhadap kekuasaan
dan tirani. Ini dikarenakan
tirani bisa menciptakan hegemoni dan hidup yang tersubordinasi (menentang nilai
kesetaraan hidup).
Dengan pemahaman
tiga nilai utama ini, kita
sudah bisa mengerti apa itu liberalisme, tiga
nilai ini yang dijunjung tinggi dalam liberalisme.
Ada peristiwa
penting dalam sejarah peradaban yang melatar belakangi liberalisme, yang di
Indonesia sendiri jarang ada pelajaran yang membahas tentang peristiwa penting
ini.
Yang pertama
adalah revolusi Prancis
dengan secara radikal
mendeklarasikan sistem pemerintahan demokrasi yang kemudian mengubah tata letak
politik global sampai hari ini, dan melahirkan semboyan liberty, egality,
and fraternity (kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan).
Kedua
revolusi Amerika,
yang kemudian melahirkan semboyan Declaration of independence. Dari
peristiwa penting ini lahirlah bibit-bibit kesadaran secara massif, bahwa hidup manusia adalah
bebas, dan selama ini manusia tertindas oleh monarki yang menyebabkan kondisi tidak bebas,
maka apa saja yang mengancam kebebasan manusia, itu harus dilawan (Agains absolute power).
Dua filsuf yang mendasari konsep liberalisme, yaitu
John Locke dan Thomas hobbes. Bagi
John Locke individu pada
dasarnya adalah baik, namun karena adanya kesenjangan akibat harta atau
kekayaan, maka khawatir jika hak individu akan diambil oleh orang lain,
sehingga mereka membuat perjanjian yang diserahkan pada penguasa sebagai pihak
penengah (dalam pikiran Locke
ini, pemerintah diposisikan sebagai wasit dalam menjamin property antara
manusia dan manusia lainnya).
Sementara
bagi Thomas Hobbes, individu pada dasarnya adalah
buruk (egois), homo homini lupus (manusia adalah serigala bagi manusia
lainnya ), namun bagi Hobbes walaupun individu sifatnya egois mereka juga ingin
hidup damai, dan
karena itu manusia membentuk suatu masyarakat yang membuat perjanjian untuk
melindungi hak-haknya dari manusia lain.
Dalam kondisi tersebut masyarakat memerlukan
pihak ketiga; pemerintahan.
Dalam dua
pandangan ini, walaupun asumsi moral individunya berbeda, tetapi keduanya
sepakat bahwa manusia hidup secara bebas.
Dalam segi historis
ada dua perbedaan kontras
konsep liberalism yakni
‘liberalisme klasik’ dan ‘liberalisme modern’. Liberalisme klasik
didasarkan pada “kebebasan
negative” (bebas dari), orientasi
dari liberalisme klasik adalah upaya sedemikian rupa untuk meminimalkan
pembatasan kepada setiap individu, dan negara sebagai pihak ketiga harus
membatasi dalam hal penataan, penertiban, serta keamanan untuk menjamin
kebebasan individu—mengurangi
intervensi pemerintah terhadap sifat alamiah manusia: kebebasan dengan pemerintah sebagai
penjamin kemerdekaan individu dari penindasaan yang mungkin terjadi.
Liberalisme modern
didasarkan pada “kebebasan
positif” (bebas
untuk), di mana
orientasi bebas diarahkan pada upaya pengembangan diri, realisasi diri secara
otonom. Peran negara dibutuhkan untuk mewujudkan kondisi dan situasi yang
memungkinkan untuk pengambangan diri tiap individu. Individu dijamin kebebasannya
untuk melakukan atau mewujudkan sesuatu yang tidak bertentangan dengan hak yang
dimiliki individu lain.
Negara dalam dua
pengertian ini dipahami sebagai pelayan masyarakat, bukan sebaliknya seperti
sering yang kita lihat di negara totaliter seperti Korea Utara, dan yang pernah
terjadi di Indonesia pada zaman orde baru yang menjadikan masyarakat sebagai
pelayan bagi negara.
Negara
> Masyarakat
= Kesejahteraan
Masyarakat
> Negara
= Kesenjangan
Adapun
liberalisme yang ditinjau dari segi personal, ditandai dengan sikap yang anti feodal, anti kemapanan dan kritis terhadap
adat-istiadat maupun tradisi atau konvensi masyarakat sekitarnya. Prinsipnya
tidak mau terikat pada apa yang sudah ditetapkan atau dianggap mapan, tetapi
sikap skeptis seperti ini selalu membuka kemungkinan untuk pertimbangan akal
yang lebih baik—liberalisme
dari segi ini merupakan metode, bukan suatu doktrin yang dipahami.
Kemudian
liberalisme ditinjau dari segi politik, ditandai dengan sikap menentang
sentralisasi dan absolutisme kekuasaan, dampaknya sangat besar bagi dunia,
yaitu tergantinya sistem-sistem kerajaan seperti pada abad pertengahan ke-khalifa-an
Islam, monarki Prancis, dan bahkan
sampai ke komunitas-komunitas lokal yang ada di dalam bentuk pemerintahan
republik-republik.
Liberalisme
politik juga ditandai dengan selalu mencurigai segala bentuk kekuasaan yang
cenderung berkembang semakin besar (untuk mencegah kekuasaan yang semena-mena
maka munculah konstitusi yang berfungsi untuk membatasi).
Kemudian juga
liberalisme dari segi budaya, ditandai dengan menekankan hak-hak pribadi yang
berkaitan dengan cara hidup seseorang,
misalnya menentang pemerintah yang terlalu ikut campur
dengan urusan personal contoh; seks, perjudian, sastra, seni.
Liberalisme
yang dipandang dari segi sosial, berangkat dari pemikiran seorang filsuf John
Stuart Mill (1859) yang mengasumsikan prasyarat wajib bagi perkembangan
intelektual dan sosial adalah penekanan pembelaan atas kebebasan berpikir dan berpendapat
setiap orang. Bagi Mill kebebasan sosial adalah alat untuk melindungi individu
dari penguasa politik yang tiran. Menurut
Mill kebebasan sosial berarti membatasi kekuatan penguasa melalui pengakuan
terhadap kebebasan politik dan ham dengan kontrol konstitusi.
Dari
segi ekonomi ditandai dengan prasyarat free market,
sebagai basis bergeraknya ekonomi yang mensejahterakan, pandangan ini sangat
anti terhadap campur tangan pemerintah terhadap pasar (intervensionisme),
dan selalu menentang aturan yang membatasi hak-hak harta pribadi, Adapun ciri
dari ekonomi liberal:
Ø Semua
sumber produksi adalah milik masyarakat individu.
Ø Masyarakat
diberi kebebasan dalam memiliki sumber produksi.
Ø Mengurangi
regulasi pemerintah secara terhadap pasar;
Ø Hasilnya timbul persaingan dalam
masyarakat dalam berkompetisi dalam mencari keuntungan;
Ø Pasar
merupakan dasar setiap Tindakan ekonomi.
Selanjutnya liberalisme dalam agama, ditinjau dari akar sejarahnya liberalisme agama dimulai pada abad pencerahan (Enlightenment Era) yang muncul saat rasionalisme berkembang (abad ke 17-19), segala sesuatu yang tidak dapat dicerna rasio maka itu adalah mitos, pandangan ini dimulai dari filsuf Rene Descartes dengan jargon “aku berpikir, maka aku ada”.
Baginya dengan rasio manusia kita akan dituntun untuk mencapai kebenaran, dengan cara meragukan segala-galanya (skeptisisme). Ada tiga teori yang mendasari liberalisme dalam agama, pertama yaitu Rasionalisme yang mengandalkan rasio sebagai alat utama, kedua Romantisisme (ide kebebasan) yang menjunjung tinggi kebebasan manusia, dan yang ketiga kosmologi modern (Naturalisme) yang menganggap alam semesta ini ada aturan bakunya atau hukum alam.
Liberalisme agama memiliki model pemikiran yang mengutamakan manusia sebagai subjek utama, agama untuk manusia bukan manusia untuk agama (moralitas ini sebagai substansi), dan mengupayakan otonomi dari segala sesuatu pilihan dan Tindakan adalah rasio seperti yang dijelaskan dalam Q.s Al-baqarah:256, bahwa tidak ada paksaan dalam agama, individu memegang kontrol penuh atas dirinya sendiri.
Model yang terakhir adalah demitologisasi. Liberalisasi dalam agama adalah upaya meminimalisir mitos yang membelenggu rasio, dan mengangkat pemahaman-pemahaman saintifik yang lebih berdaya guna untuk masyarakat yang lebih maju.
Pada kesimpulannya, liberalisme mempunyai banyak sisi jika ditinjau secara keseluruhan, latar belakang MUI mengharamkan liberalisme mungkin bagi saya hanyalah ketakutan untuk kehilangan kebenaran, alih-alih pembenaran. Baginya kebenaran tidak boleh plural (ada yang lain) atau harus tunggal dan absolut. Sikap seperti ini sama dengan apa yang terjadi di Eropa pada abad pertengahan, yang justru membawa Eropa pada abad kegelapan.
Maka menjadi pelajaran penting bagi bangsa Indonesia untuk lebih meningkatkan literasi tentang peradaban maju saat ini, apapun jangan dibatasi, karena setiap warna negara punya hak untuk menerima pengetahuan sebanyak-banyaknya tanpa ada intervensi dari pihak manapun dan dari otonomi agama manapun.
Referensi
Buku
:
1. David
boaz, Cato institute, 2018,”Alam Pikiran Libertarian: Manifesto untuk Kebebasan”
2. Prof.
K. Bertens, PT kanisius, 2010,”Ringkasan Sejarah Filsafat”
Internet
:
Post a Comment