Realitas intersubjektif sebagai pemersatu umat manusia
Pada dasarnya, ada dua realitas yang kita pahami dan yang membuat manusia maju tumbuh dan berkembang, yakni relitas objektif dan realitas subjektif. Realitas objektif adalah realitas yang hadir secara independen dari kesadaran manusia itu sendiri dan berlaku universal. Realitas subjektif yakni realitas yang dibangun bergantung pada kesadaran suatu individu itu sendiri.
Kita bisa mendefinisikan apa itu listrik
karena bisa kita amati dengan panca indra secara objektif dan dapat dibenarkan,
kita bisa saja memilih apa keyakinan yang kita inginkan secara subjektif, akan
tetapi bagaimana dengan sesuatu yang tidak dapat diobjektifkan, seperti contoh
halnya, ideologi, hukum, negara dan agama, apakah dua realitas itu bisa masuk
dalam wilayah itu.
Maka kemudian akan timbulah pertanyaan
hal apa yang kemudian melahirkan itu?
Sebenarnya ada banyak hal yang kemudian
belum kita pahami dan sadari, yang membentuk suatu tatanan kehidupan sosial di
sekitar kita. Di mana, juga itu hasil
dari kontruksi realitas intersubjektif. dalam tulisan ini saya akan menguraikan
apa itu realitas intersubjektif dan apa hubunganya dalam kehidupan.
Realitas intersubjektif adalah realitas
yang dibentuk oleh jaringan komunikasi yang menghubungkan banyak kesadaran
subjektif dari setiap individu-individu. Yuval Noah Harari dalam buku “Sapiens” menjelaskan hal itu bermula
ketika manusia memasuki era revolusi kognitif, ketika itu manusia mulai hidup
dalam kehidupan realitas ganda: pertama realitas nyata dan
yang kedua realitas bayangan,
Realias nyata adalah kehidupan material yang objektif
seperti, pohon, hewan, dan alam. Sedangkan realitas bayangan
adalah realitas yang dibangun atas dasar kemampuan kognisi dari manusia yang
dalam kalangan akdemisi dikenal dengan kata “fiksi”.
Hal itu juga ditopang oleh kemampuan
dalam mengelola informasi dari manusia sehingga bisa menciptakan realitas
bayangan atau fiksi.
Realitas bayangan atau fiksi yang dimaksud
di sini bukan dusta ataupun bentuk
kejahatan melainkan suatu bentuk tatanan yang diimajinasikan kemudian ditempelkan
kedalam dunia material, dan dari situlah akan
membentuk tatanan kehidupan sosial manusia, seperti: negara, hukum, dan agama. Hal itu terkonstruksi atas dasar realitas
intersubjektif manusia.
Karena dengan adanya realitas bayangan
atau fiksi manusia bisa membuka harapan akan masa depan dan harapan itu yang
nantinya mendorong hasrat manusia untuk bersatu dan bekerja secara kolektif.
Dari sekian banyak sistem yang bisa mempersatukan
umat manusia dan dikonstruksi atas dasar realitas intersubjektif ada 3 sistem
yang paling berpengerauh besar di dunia yaitu uang, agama dan imperium.
Uang
Pada awal revolusi kognitif para pemburu-pengumpul
tidak memerlukan uang untuk mendapatkan sesuatu, karena setiap kawanan mandiri
secara ekonomi sehinggah bisa saja langsung berburu untuk mencari sesuatu yang
dia butuhkan. Sebenarnya ada spesialisasi di antara mereka untuk melakukan tugas-tugas tertentu.
Mereka melakukan pertukaran barang dan
jasa dengan system ekonomi tolong-menolong. Memasuki era revolusi pertanian
tidak banyak hal yang berubah dan pola sistem
ekonomi seperti itu terus berlanjut.
Akan tetapi sistem ekonomi tolong-menolong seperti itu akan
bermasalah ketika kita ingin melakukan kerjasama dengan jumlah besar dan hanya
berlaku dalam skala kecil. Kasus sederhananya mungkin kita bisa saja membantu
mengurusi saudara kita yang sedang sakit, tapi apakah mungkin kita bisa mengurusi
yang bukan saudara kita.
Dalam kasus lain ada seorang pedagang
apel ingin memiliki sepatu, berapa banyak apel yang harus dia berikan untuk mendapatkan
sepasang sepatu, bagaimana jika tukang sepatu tidak menginginkan apel melainkan
tukang pangkas rambut, dengan model sistem
ekonomi seperti itu pastinya akan kacau dan tidak efektif.
Oleh karena itu diciptakanlah satu
bentuk realitas inter-subjektik dalam hal ini uang untuk memudahkan manusia
dalam proses transaksi tukar menukar dalam skala besar dan lebih efektif.
Imperium
Imperium adalah suatu bentuk tatanan
politik yang memerintah sejumlah suku atau budaya yang memiliki identitas yang
berbeda, serta wilayahnya sendiri. Yang jadi pertanyaan bagaimana bisa sejumlah
suku yang berbeda bisa diperintah oleh satu imperium.
Jawabanya sederhana, perbedaan identitas
setiap suku dan budaya menjadi problem untuk hubungan bekerja sama.
Sehingga untuk manusia bisa bekerja sama
harus ada satu bentuk realitas inter-subjektif yang bisa menyelesaikan problem
itu, maka dari itu dibentuklah imperium, yang di mana bertujuan untuk mengatur sistem politik, hukum,
dan ekonomi dari sejumlah suku dan budaya yang memiliki identitas berbeda, agar bisa bekerja sama dalam satu payung yang sama.
Satu hal yang harus kita pahami bahwa
pembentukan imperium tidak harus selalu lewat pemberontakan ataupun perang
militer, contohnya imperium Athena. Pada mulanya adalah suatu liga sukarela,
kelahiran imperium habsburg di
satukan oleh serangakaian persekutuan pernikahan culas.
Agama
Agama merupakan pemersatu akbar ketiga
umat manusia setelah, uang dan imperium. Ada banyak struktur sosial hasil dari
khayalan manusia yang rapuh, karena semakin besar ukuran suatu tatanan sosial,
akan semakin rapuh pula masyrakatnya.
Agama mengambil Peran krusial dalam
sejarah umat manusia dengan cara memberi legitimasi adimanusiawi untuk tatanan
sosial yang rapuh itu.
Agama menyatakan ada beberapa hukum yang
bukan merupakan hasil dari kesepakatan olah pikir manusia, melainkan adikodrati
otoritas mutlak yang maha kuasa. Oleh karena iu agama di pandang sebagai suatu
system norma dan nilai manusia.
Pada zaman sebelum abad pencerahan agama memiliki kendali segala sesuatu entah itu politik ataupun ekonomi, dengan dalih yang digunakan agama sumber segala sesuatu. Akan tetapi pada kenyataannya saat ini agama kerap dianggap sebagai salah satu sumber diskriminasi, perselisihan, dan perpecahan.
Refrensi
:
Yuval Noah Harari. Cetakan Pertama 2017. “Sapiens: Riwayat Singkat Umat Manusia”. KPG (Kepustakaan Populer
Gramedia): Jakarta.
Yuval Noah Harari. Cetakan Pertama 2018. “Homo Deus: Masa Depan Umat Manusia”. Pustaka Alvabet: Jakarta.
Penulis:
Qadavi Mamonto
Post a Comment